Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI GARUT
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2018/PN Grt ASMAN IMAN HADIMANTO BIN AHMAD SUDIRMAN MUHTAR H.MUSLIH HIDAYAT,SH Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 21 Mar. 2018
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2018/PN Grt
Tanggal Surat Rabu, 21 Mar. 2018
Nomor Surat 2/Pra.Per/III/2018
Pemohon
NoNama
1ASMAN IMAN HADIMANTO BIN AHMAD SUDIRMAN MUHTAR
Termohon
NoNama
1H.MUSLIH HIDAYAT,SH
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

PERMOHONAN PRAPERADILAN

  ATAS NAMA PEMOHON :

ASMAS IMAN HADIMANTO BIN AHMAD SUDIRMAN MUHTAR

 Terhadap

Penetapan sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana  Pasal 45A ayat (2) Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang dan Transaksi Elektronik  oleh Kepolsian Negara Republik Indonesia Resor Kabupaten Garut

 MELAWAN

 KEPOLSIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA RESOR KABUPATEN GARUT

 Sebagai TERMOHON

Oleh :

Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum

ANTON WIDIATNO & PARTNERS

 DI PENGADILAN NEGERI KABUPATEN GARUT

 

Kepada Yth.

KETUA PENGADILAN NEGERI GARUT

Jl. Merdeka Nomor 123  Garut

Hal   :  Permohonan Praperadilan atas Nama Asmas Iman Hadimanto Bin Ahmad     Sudirman Muhtar

Dengan hormat,

Perkenankan kami, ANTON  WIDIATNO,S.H. dan R. HIKMAT PRIHADI S.H.., Kesemuanya Advokat berkewarganeraan Indonesia, bekerja pada Kantor Advokat dan Konsultan Hukum ANTON WIDIATNO S.H. & PARTNERS beralamat kantor di Perum Bumi Cempaka Indah No. 92 Blok I Jl. IR. H. Juanda Rt. 02 Rw. 10 Kelurahan Lebakjaya, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Telephone (08122391234), baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk mewakili dan bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 12 Maret 2018, bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa: selanjutnya disebut  PEMOHON

 M E L A W A N

Kepolisian Republik Indonesia  Kabupaten Garut (POLRES GARUT), jalan Sudirman No. 204 Garut, yang beralamat di Jl. Jenderal Sudirman 204 Garut selanjutnya disebut sebagai TERMOHON  

adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa  dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap  hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan,  penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut terobosan hukum (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :

Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011
Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 november 2012
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015
Dan lain sebagainya

Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :

Mengadili,

Menyatakan :

Mengabulkan Permohonan untuk sebagian :

[dst]
[dst]
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;

Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan.

 

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

PROSES MEKANISME LAPORAN, PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIATUR OLEH UNDANG-UNDANG

Bahwa Peraturan Kepolisan Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia  Pasal 3 mengatur ruang lingkup Pengawasan dan Pengendalian Perkara Pidana meliputi sebagai berikut:

penerimaan dan penyaluran Laporan Polisi;
penyelidikan;
proses penanganan perkara;
pemanggilan
penangkapan dan penahanan;
pemeriksaan;
penggeledahan dan penyitaan;
penanganan barang bukti;
penyelesaian perkara;
Pencarian orang, pencegahan dan penangkalan dan Tindakan koreksi dan sanksi

 

Bahwa Pasal 72 Perkap No. 12 Tahun 2009 tindakan penangkapan tersangka dilakukan pertimbangan sebagai berikut :

tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar;
tersangka diperkirakan akan melarikan diri;
tersangka diperkirakan akan mengulangi perbuatannya;
tersangka diperkirakan akan menghilangkan barangbukti;
tersangka diperkirakan mempersulit penyidikan

 

Bahwa Pasal 112 KUHPidana  mengenai pemanggilan sebelum dikeluarkannya Surat Perintah Penangkapan dengan bunyi sebagai Berikut :

…(1)   Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;

       (2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…

Bahwa Pemanggilan merupakan salah satu upaya paksa dalam fase penyidikan selain penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan surat. Adapun yang dimaksud dengan penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Dengan demikian, tujuan dari pemanggilan adalah sebagai salah satu upaya mencari bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana. Untuk melakukan pemanggilan, penyidik wajib memberikan panggilan secara tertulis. Tenggang waktu Surat Panggilan dengan waktu untuk menghadiri panggilan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan tenggat waktu yang wajar yaitu paling lambat 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan ;
Bahwa Surat Panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada Pemohon atau keluarganya, akan tetapi Surat Panggilan yang dimaksud tidak ada sama sekali baik kepada Pemohon atau kepada keluarganya atau dititipkan kepada RT dan RW tempat kediaman Pemohon ;
Bahwa Laporan Pelapor berdasarkan Nomor : LP/B/14/II/2018/JBR/RES/SEK CIBALONG  Tanggal 06 Februari 2018 atas nama Pelapor YUNI AWAL yang tertera di Surat Perintah Penangkapan Nomor SK.Kap/28/II/2018/Reskrim ;
Bahwa Pemohon pada Hari Jumat tanggal 9 Februari 2018 jam 3.00 pagi, telah dilakukan Penangkapan oleh Termohon dengan membawa Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/II/2018/Reskrim dengan Pertimbangan  untuk Kepentingan Penyelidikan dan atau penyidikan Tindak Pidana dan atau bagi Pelaku Pelanggaran telah dipanggil 2 (dua) kali berturut turut tidak datang tanpa alasan yang sah, maka Perlu mengeluarkan surat perintah penangkapan ;

Bahwa Termohon yang datang dan melakukan penangkapan yaitu :

Nama         : Wawan S.H.

Pangkat     : IPDA / 79030975

Jabatan      : Penyidik

Nama         : Arip Haris Kusuma

Pangkat     : BRIGADIR / 86071048

Jabatan      : Penyidik

Nama        : Yosep Hidayat

Pangkat    : BRIGADIR / 87051667

Jabatan     : Pentidik

Saat dilakukan penangkapan yang menjadi saksi adalah Dini Sri Wahyuni (Istri Pemohon) dan Rika (Istri anak Angkat Pemohon)

Bahwa yang sebetulnya Pemohon tidak mendapatkan surat panggilan sama sekali  terkait tindak Pidana yang telah dilaporkan oleh Pelapor kepada Pemohon sebagai Terlapor ;
Bahwa Kemudian Pemohon diminta dan dipaksa untuk menandatangani Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/II/2018  dengan Petugas  (Penyidik) :

Nama         : WAWAN S.H.

Pangkat     : IPDA / 79030975

Jabatan      : Penyidik

Nama         : MARET SIREGAR S.H.

Pangkat     : IPDA / 79030975

Nama         : ARIP HARIS KUSUMA

Pangkat     : BRIGADIR / 86071048

Jabatan      : Penyidik Pembantu

Nama        : PANJIY PEBRIAN

Pangkat    : BRIGADIR /88020419

Jabatan     : Penyidik Pembantu

Nama        : YOSEP HIDAYAT

Pangkat    : BRIGADIR / 87051667

Jabatan     : Penyidik Pembantu

Nama        : CECEP DIKY MAULANI

Pangkat    : BRIGADIR / 95110025

Jabatan     : Penyidik Pembantu

Bahwa Alasan yang diduga kepada Pemohon sebagai bukti permulaan dengan diprintahkannya Penangkapan  dinyatakan dalam Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/II/2018/Reskrim   dalam Point UNTUK No. 2 yaitu Diduga Melakukan Tindak Pidana dengan sengaja dan Tanpa Hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas sara sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ;
Bahwa yang menjadi saksi ketika dilakukan Penangkapan oleh Termohon kepada Pemohon yaitu :

Dini Sri Wahyuni binti Ading (Istri dari Pemohon),  Lahir di Garut, Tanggal 10 Juli 1981, Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil ;
Rika (Istri Anak angkat Pemohon), Lahir Di Garut, Tanggal 9 Mei 1995, Pekerjaan mengurus rumah Tangga ;

Bahwa Kemudian Pemohon dimita dan dipaksa untuk ikut bersama dengan Para Penyidik ke kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kabupaten Garut di Jalan Sudirman No. 204 Garut ;
Bahwa  kemudian pada hari yang sama yaitu Tanggal 09 Februari 2018, Jam 10.00 dilakukan BAP 1 (Berita Acara Pemeriksaan) kepada Pemohon dan selesai jam 14.00 dan yang menjadi Petugas dalam Melakukan BAP 1 (Berita Acara Pemeriksaan) yaitu :

Nama        : Yosep Hidayat

Pangkat    : BRIGADIR / 87051667

Jabatan     : Penyidik

            Yang menjadi Saksi dilakukan BAP kesatu (1) yaitu Saudara Ida yang merupakan ibu tiri Pemohon

Bahwa  kemudian pada hari yang sama yaitu Tanggal 09 Februari 2018, Jam 20.00 dilakukan dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kedua (2) kepada Pemohon hadir juga pada waktu Kanit (Kepala Unit) Tipitkor Sdr Solah dan Langsung PEMOHON di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kedua (2) sudah menjadi TERSANGKA  dan saksi saat dilakukan BAP kedua adalah Diki (Kakak Ipar Pemohon), Mira (Kakak Kandung), Dini Sri Wahyuni (Istri Pemohon) ;
Bahwa BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kedua (2) selesai Jam 1.00 Tanggal 10 Februari 2018  ;
Bahwa Kemudian  pada Tanggal 10 Februari 2018 Pemohon Istirahat di Polres Kabupatean Garut di Ruang PPA ;
Bahwa Pada tanggal 10 Februari 2018, Jam 9.00 sampai Jam 12.00, dan kemudian Pemohon dan Keluarga Pemohon mengajukan Permohonan Penangguhan Tahanan atau Tahanan Kota dengan Jaminan Orang Tua Pemohon. Termohon kemudian memberitahukan kepada Pemohon untuk Wajib lapor pada Tanggal 12 Februari 2018 ;
Bahwa pada  hari senin Tanggal 12 Februari 2012 , Pemohon datang ke Polres Kabupaten Garut di dampingi oleh Istrinya Dini Sri Wahyuni menghadap kepada Termohon untuk Wajib Lapor dan diberikan surat oleh Termohon dengan Petugas Kepala Unit Tipitkor Sdr. Solah yaitu Surat Perintah Penangkapan Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/28/II/2018/Reskrim dikatakan Termohon untuk menggantikan surat perintah penangkapan pertama dengan Nomor yang sama dan  Harus di Tandatangani oleh Pemohon dan Kemudian Surat tersebut di Tanda tangani oleh Pemohon ;
Bahwa Surat Penangkapan Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/28/II/2018/Reskrim ada 2 (Dua), yaitu Pada Tanggal 9 Februari 2018 disaat dilakukan Penangkapan kepada Pemohon dan Diganti Tanggal 12 Februari 2018 saat menghadap ke Polres Garut untuk Wajib Lapor dengan Nomor yang sama dan Tanggal yang sama tetapi Bentuk dan isinya yang berbeda  ;
Bahwa Surat Penangkapan Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/28/II/2018/Reskrim  yang diberikan tanggal 12 Februari 2018 di Point UNTUK   Nomor satu (1) sebagai berikut :

Melakukan Penangkapan terhadap :

Nama :  ASMAS IMAN HADIMANTO bin AHMAD SUDIRMAN MUHTAR

Tempat / Tgl Lahir            : Garut, Tanggal 02 Mei 1981 (Umur 36btahun)

Jenis Kelamin                    : Laki-laki

Agama                               : Islam

Pekerjaan                           : Guru Honorer SMAN 2 Garut

Alamat                              : Kp. Medong Rt. 01 Rw. 02 Desa Sirnabakti Kec.

  Pamengpeuk Kab. Garut

Dan membawa ke Kantor Polisi Tersebut untuk segera dilakukan pemeriksaan, karena diduga keras melakukan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik yang diketahui pada Hari Minggu tanggal 04 Februari 2018 di Kp. Cinta Asih Rt. 02 Rw. 04 Desa Karyasari Kec. Cibalong Kab. Garut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A ayat (2) Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang dan Transaksi Elektronik ;

Bahwa berikut Proses Kepolisian yang telah dikakukan oleh Termohon :

Tanggal 06 Februari 2018, Pelapor melakukan Laporan Kepolisian kepada Terlapor  Nomor  : LP/B/14/II/2018/JBR/RES GRT/CIBALONG atas dugaan Tindak Pidana dengan sengaja dan Tanpa Hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas sara sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (2) Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ;
Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP. Sidik / 24/II/2018/Reskrim Tanggal 07 Februari 2018 ;
Tanggal 08 Februari 2018, Terbit  Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/II/2018/Reskrim ;
 Tanggal 09 Februari 2018 dilakukan Penangkapan pada Jam 3.30 Wib di rumah Pemohon  Kp. Medong Rt. 01 Rw. 02 Desa Sirnabakti Kec. pamengpeuk Kab. Garut ;
Tanggal 09 Februari 2018 jam 10.00 – 14.00 dilakukan Proses Pemeriksaan atau BAP kesatu (1) oleh Termohon kepada Pemnhon di Ruang Jatanras;
Tanggal 09 Februari 2018  status dari Pemohon sudah menjadi Tersangka dan dilakukan BAP yang kedua (2) Jam 20.00 di Ruang Tipitkor;
Tanggal 14 Maret 2018 SPDP baru diberikan oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor : SPDP/23/11/2018/Reskrim tertanggal 12 Februari 2018 ;

Bahwa Bukti Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/II/2018/Reskrim yang diberikan pada Tanggal 09 Februari2018  pada saat melakukan Penangkapan Pemohon dan saat diberikan Tanggal 12 Februari 2018, Berita Acara Perdamaian, Permohonan untuk mencabut kembali Pengaduan dan Laporan polisi dari Pelapor, Foto Saat diterimanya SPDP yang di tanda tangani di Register Penerimaan di Polres Kabupaten Garut Unit Tipitkor terlampir ;
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dalam melakukan Proses Penyelidikan dan Penyidikan dan menjadikan Pemohon, dari Proses laporan  dari Pelapor tanggal 06 Februari 2018 dan  dua hari berikutnya tanggal 09 Februari 2018  keluar Surat Perintah Penangkapan, dilanjutkan BAP kesatu (1) jam 10.00 sampai dengan jam 14.00 dan dilanjutkan BAP kedua Jam 20.00 dan langsung  Pemohon menjadikan Tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan

 

2. PEMOHON TIDAK PERNAH MENERIMA SURAT PANGGILAN

Bahwa Pemanggilan merupakan salah satu upaya paksa dalam fase penyidikan selain penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan surat. Adapun yang dimaksud dengan penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya ;
Bahwa untuk melakukan pemanggilan, penyidik wajib memberikan panggilan secara tertulis. Tenggat waktu Surat Panggilan dengan waktu untuk menghadiri panggilan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan tenggat waktu yang wajar yaitu paling lambat 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk datang memenuhi panggilan. Dalam praktik, Surat Panggilan disampaikan kepada pihak yang dipanggil dengan berbagai cara, seperti meminta pihak yang dipanggil untuk mengambil sendiri Surat Panggilan, menitipkan pada kuasa hukum atau penyidik mengantarkan langsung kepada pihak yang dipanggil. Pada prinsipnya, Surat Panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada pihak yang dipanggil disertai tanda terima, kecuali dalam hal:

yang bersangkutan tidak ada di tempat, maka Surat Panggilan diserahkan melalui keluarga, kuasa hukum, Ketua RT/RW, Kepala Desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut segera dapat disampaikan kepada yang bersangkutan; atau
apabila pihak yang dipanggil berada di luar wilayah hukum kesatuan Polri yang memanggil, maka surat panggilan dapat disampaikan melalui kesatuan Polri di tempat tinggal yang bersangkutan atau dikirim melalui pos/jasa pengiriman surat dengan disertai bukti penerimaan pengiriman.

Bahwa Pasal 227 KUHAP berbunyi sebagai berikut :
 

Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir ;
 Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal serta tandatangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya; 
 Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila masih belum juga disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut. 

Bahwa Pemohon tidak pernah menerima Panggilan Dugaan Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik baik POLSEK  Kecamatan Cibalong maapun POLRES Kabupaten Garut ;
Bahwa dengan demikian jelas dan terang benderang Proese Pemeriksaan Pemohon menjadi Tersangka tidak sesuai dengan undang-undang dan tidak sah dan  harus dibatalkan

3.PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA

Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan ;
Mahkamah beralasan KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah (alat bukti) dari frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, dan bukti yang cukup. Berbeda dengan Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yakni minimal dua alat bukti.

Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia),
Mahkamah menganggap syarat minimum dua alat bukti dan pemeriksaan calon tersangka  untuk transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka telah dapat memberi keterangan secara seimbang. Hal ini menghindari adanya tindakan sewenang-wenang oleh penyidik terutama dalam menentukan bukti permulaan yang cukup itu.
Bahwa sebagaimana diketahui Pemohon tidak pernah dilakukan Pemeriksaan dalam kapasitas Pemohon sebagai calon tersangka. Pemohon tidak Pernah menerima Surat Panggilan dan tidak pernah membuktikan Pemohon diperiksa sebagai calon tersangka, akan tetapi Pemohon langsung ditangkap pada Tanggal 9 Februari 2018 Surat Perintah Penangkapan  Nomor : SP.Kap/28/II/2018/Reskrim sehingga tidak dengan seimbang Pemohon hanya diperiksa untuk pertama kali oleh Termohon pada pada saat setelah ditangkapn yakni pada tanggal  09 Februai 2018
Untuk itu berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya. Tidak pernah dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon. Dikarenakan Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon dalam hal ini POLRES Kabupaten Garut.
Dengan demikian jelas tindakan Termohon dengan atau tanpa pemeriksaan calon tersangka merupakan tindakan yang tidak sah, dan harus dibatalkan

 

 

4.TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON

Bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon dilakukan setelah Penangkapan tanggal 9 Februari 2018 dan dillanjutkan BAP kesatu jam 10.00 sampai dengan 14.00, dan dilanjutkan BAP kedua jam 20.00 dinyatakan Pemohon statusnya sebagai tersangka, dan Pemohon tidak ada surat Panggilan, dan tidak ada Proses Penyelidikan atas diri Pemohon;
Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian tindak pengusutan sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama Pemohon.
Dengan demikian jelas berdasarkan uraian singkat diatas, kegiatan penyelidikan dan penyidikan merupakan dua (2) hal yang tidak dapat berdiri sendiri dan dapat dipisahkan keduanya. Berkenaan dengan Pemohon dengan tidak pernah diterbitkannya surat perintah penyelidikan atas diri pemohon, maka dapat dikatakan penetapan tersangka dengan atau tanpat surat perintah penyelidikan dapat dikatakan tidak sah dan cacat hukum, untuk itu harus dibatalkan

 

5.LAPORAN PELAPOR  NOMOR : SK.KAP//28/II/2018/RESKRIM TELAH DICABUT PELAPOR ;

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat jenis tindak pidana yang hanya dapat dilakukan penuntutan apabila terdapat pengaduan dari pihak yang dirugikan, hal ini diatur dalam Bab VII Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang mengajukan dan menarik kembali pengaduan dalam hal kejahatan-kejahatan yang hanya dituntut atas pengaduan. Pengaduan itu sendiri merupakan hak dari setiap korban untuk diadakan penuntutan atau tidak dilakukan penuntutan karena menyangkut kepentingan korban, untuk itu dalam perkara delik aduan diberikan jangka waktu pencabutan perkara yang diatur pada Pasal 75 KUHP, yang menyebutkan bahwa orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah pengaduan diajukan. Delik aduan ini dimaksudkan untuk melindungi pihak yang dirugikan dan memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan perkara yang berlaku dalam masyarakat ;
Bahwa Sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 1 ayat (25) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. Dengan kata lain, delik aduan hanya terjadi apabila terdapat pengaduan atau pemberitahuan dari pihak yang berkepentingan untuk menindak berdasarkan hukum atas seseorang yang merugikannya ;
Bahwa Mengenai proses pelaksanaan pencabutan pengaduan dapat dilakukan pada tahap penyidikan, pemeriksaan berkas perkara (Pra Penuntutan) dan pemeriksaan dimuka persidangan, selama jangka waktu pencabutan pengaduan masih berlaku ;
Bahwa Kemudian Terjadi Perdamaian anatara PEMOHON sebagai Terlapor dengan Pelapor saudara Yuni Awal pada Hari Kamis Tanggal 15 Februari 2018 pukul 18.00 bertempat dikantor DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut Jalan Merdeka No. 157 Taragong Kidul Kabupaten Garut dengan dilakukan PERMOHONAN MAAP pihak Terlapor, maka Pihak Pelapor memaapkan dan bersefakat untuk mencabut perkara yang telah dilaporkan tersebut ;
Bahwa Berita acara tersebut ditanda tangani oleh Pelapor dan Terlapor diketahui oleh Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Garut saudara Lina Rohayati, Saksi terlapor Ade Gunawan, Ustad bambang, Barnas, Wenda, Dini Sriwahyuni dan saksi dari Pelapor Dedi Hasan Bahtiar S.E., Ujang Saepudin, Yudha Puja Turnawan, Drs. Dudeh Ruhiyat, M.Pd, Yudi Kurnia, Rd. Andrie Permana Nugraha ;
Bahwa kemudian pada Tanggal 19 Februari 2018 Berita Acara Perdamaian tersebut diberikan kepada TERMOHON ;
Bahwa pada tanggal 27 februari 2018 dibuatkan Surat Permohonan untuk Mencabut Pengaduan dan Laporan Polisi  oleh Pelapor saudara Yuni Awal ;
Dengan demikian Jelas berdasarkan uraian diatas Proses Hukum Pemohon seharusnya sudah dihentikan oleh Termohon, dikarenakan Pelapor sudah mencabut Laporan Kepolsian dengan mengajukan Permohonan surat untuk mencabut kembali Pengaduan dan Laporan Polisi

 

III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

Menyatakan diterima permohonan Pemohon Praperadilan untuk seluruhnya;
Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai  sebagai tersangka dalam dugaan Tindak Pidana  Pasal 45A ayat (2) Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang dan Transaksi Elektronik  oleh POLRES Kabupaten Garut tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

 

PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

 

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Garut yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

 

Garut 21 Maret 2018

Hormat kami,

Advokat / Penasehat Hukum Pemohon

 

 

ANTON WIDIATNO S.H.

 

 

R. HIKMAT PRIHADI S.H

 

Pihak Dipublikasikan Ya